Kamis, 25 Agustus 2016

Terapi Merokok


Rokok Sehat Ala Dokter Gretha

Saya seringkali mendengar tentang argumen "rokok itu menyehatkan" dari Dokter Gretha dan Prof Sutiman (ahli biologi dan fisika) yang keduanya membuka klinik di Malang. Mereka berhasil menjinakkan kanker dan berbagai macam penyakit, dengan menghisap dan menyemburkan asap rokok. Saya membaca artikel-artikel yang berkenaan dengan itu. Saya juga menonton video (yang dengan mudah bisa ditemukan di youtube), tentang bagaimana tembakau di tangan Dokter Gretha dan Profesor Sutiman, menjadi senjata ampuh melawan kanker kronis.

Tapi saya belum pernah melihat langsung, ---dan terus terang, saya sangat penasaran. Sampai suatu sore, Prov Among Kurnia Ebo mengajak saya pergi ke Nanggulan, Kulonprogo (20 kilometer dari Yogyakarta). Ia mengatakan, "Mari kita melihat, dan merasakan keajaiban tembakau."

Dokter Gretha, ternyata membuka cabang pengobatan tembakaunya di Kulonprogo. Klinik pengobatan itu ditangani oleh murid beliau, yang hampir 10 tahun menjadi asisten, menemani Dokter Gretha.

Tidak seperti lazimnya sebuah klinik yang selalu hampir dipastikan terdapat pengumuman "dilarang merokok", di tempat ini bertoples-toples rokok disajikan di atas meja. Lengkap dengan asbak yang berjejer. Setiap tamu yang datang dipersilahkan merokok. "Semakin banyak merokok, semakin sehat," begitu slogan yang diberlakukan di tempat ini.

Tak ayal, para asisten yang rata-rata adalah perempuan, --mereka ngobrol sambil merokok. Rokok yang mereka istilahkan dengan sebutan "devine".

Devine adalah sebuah campuran antara tembakau dan berbagai rempah, yang telah disterilkan dengan cara tertentu, sehingga menghasilkan sebuah paduan khas dengan aroma yang sedikit berbeda dengan rokok biasa. Asap yang telah menjadi nano ini (saya belum memahami betul arti kata "nano"), yang menjadi senjata utama untuk memerangi kanker.

Setiap pasien ditangani selama 3 jam. 1 jam pengasapan dengan pembakaran tembakau rempah yang dibakar di atas tungku (pasien duduk di atas kursi, dengan separuh badan ditutup sarung dimana tepat di bawah kursi diletakkan tungku yang menyala). Setelah proses pengasapan selesai, barulah proses selanjutnya, yakni: memasukkan asap dengan sebuah alat ke lubang telinga (semacam alat injeksi), seluruh area kepala, leher, dan bahu.

Tahap berikutnya adalah pembaluran. Seluruh badan dibalur rempah yang dicampur abu hasil pembakaran rokok dan tungku. Pasien kemudian dibungkus alumunium foil, dan dibaringkan selama satu jam di atas lempeng tembaga. Kemudian proses terakhir, adalah mengucuri seluruh tubuh pasien dengan air mendidih.

Air mendidih? Ya. Harus dengan air mendidih. "Tapi tenang, semua aman. Dijamin pasien tidak akan mlonyoh (julit mengelupas dan terbakar). Sebab campuran antara ramuan balur, serta pengaruh lempengan tembaga, akan menetralisir suhu seketika. Seluruh toksin, racun-racun radikal bebas yang mengendap selama bertahun-tahun di dalam tubuh, serentak keluar dalam proses ini. Lewat seluruh pori-pori, keringat, kencing, dan BAB (pasien akan langsung mules, dan mengeluarkan seluruh cairan perut berwarna hitam kecoklatan serta gas yang keluar secara beruntun).

Saya adalah pasien tanpa penyakit. Tapi tanpa disadari, seumur hidup saya telah menghirup jutaan zat beracun lewat udara (polusi, debu, asap kendaraan), lewat makanan (pestisida, zat pengawet, hingga formalin). Sebab dari sinilah salah satu sumber berbagai macam penyakit bisa tumbuh (diantaranya adalah kanker). Maka saya berbaring di atas lempengan tembaga, setelah satu jam diasapi tungku aroma tembakau pekat, sambil  terus-menerus merokok devine. Telinga saya dimasuki asap, pori-pori kulit saya dimasuki asap, semuanya mengandung tembakau.

Saya berbaring dibungkus alumunium foil, rasa panas rempah yang dibalurkan ke seluruh tubuh (dari ujung kaki hingga ujung kepala) perlahan merasuki sekuruh pori-pori kulit. Mata terpejam, dan sedikit mengantuk. Imajinasi saya melayang dan membayangkan, mungkin seperti inilah ketika tubuh terbaring kaku di atas dipan jenazah. Bedanya jika mayat pasti dingin, dan yang ini hangat penuh aroma. Saya terbaring kaku, diam, selama satu jam. Ketika pikiran antara ambang sadar dan tidurm para oerawat datang membawa air mendidih. Badan saya diguyur air mendidih.

Panas? Ternyata tidak. Tapi perut langsung mulas, ---tidak tertahankan. O la la, pantas saja kamar perawatan ini dilengkapi dengan kloset duduk. Para perawat (2 orang) buru-buru keluar, sambil berseloroh, "Silahkan berak, Pak. Dan langsung mandi. Jangan lupa kunci dulu pintunya".

Hehe. "Prooot, preeet, srooot," cairan kental hitam kecoklatan menyembur dari anus, bercampur tahi. Banyak sekali, dan suara gas yang beruntun keluar tanpa bisa ditahan terdengar keras. Saya yakin semua orang yang di luar pasti mendengarnya, berdentum-dentum, terkentut-kentut, Alamak, alangkah leganya.

Tubuh saya seperti melayang. Segar dan enteng. Alangkah ringannya. Begitu selesai mandi, ganti baju, saya keluar kamar dan melihat seluruh benda-benda (kursi-kursi, pohon, bunga, halaman rumah) dengan pandangan takjub. Alangkah segarnya tubuh saya, alangkah jelasnya mata saya, dan semua yang saya lihat begitu membahagiakan.

Ditutup dengan segelas jamu dan balutan air jeuk di muka, leher, tangan, dan kaki. Saya pulang sambil tak lupa mengantongi berbatang-batang rokok devine, untuk saya hisap nanti di rumah.

Bulan depan saya akan kembali datang ke sini. Sebab siapa tahu masih ada racun bebal yang masih ngendon di dalam tubuh saya, ---racun-racun jahat yang telah saya simpan tanpa sengaja selama 50 tahun.
(Joni Aria Dinata)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar